[repost] Jujur, takbanyak yang bisa kuingat tentang malam itu, namun bila dibandingkan denganmalam-malam lainnya, memori tentang malam itulah yang masih sering datangmengunjungi benakku. Dalam ingatanku, sebuah rumah yang baru selesai dibangundan sebuah keluarga yang tampak harmonis. Seorang ayah pekerja keras, ibu yangperhatian dan seorang anak perempuan periang yang sebentar lagi akan genapberusia 8 tahun. Tak ada yang salah selama itu, sampai aku menyadari sebuah halpada malam itu yang mengubah caraku memandang hidup.
Bukan tanggalbukan juga hari, yang kuingat hanyalah pagi itu sama seperti pagi-pagi kemarin.Anak perempuan itu seperti biasanya bangun dan berangkat ke sekolah denganwajah yang cerah, tak ada tanda-tanda kejanggalan.
Anak perempuanitu masih duduk dibangku sekolah dasar, walau tidak pernah menyabet gelarjuara, nilai rapornya cukup baik tanpa mengikuti les mata pelajaran apapun.Sama seperti kebanyakan anak seusianya ia gemar bermain. Menurutnya hidupnyabegitu bahagia, ia bisa bermain sampai puas, nilainya cukup bagus dankeluarganya bahagia. Kadang ia teringat dengan perkataan ibunya tentang betapaberuntungnya mereka mempunyai keluarga yang indah yang kadang sampai membuatorang-orang iri melihat mereka karena mereka selalu bersama kemana saja, walausepeda motor mereka akan menjadi begitu sesak jika diduduki bertiga. Sebuahsenyuman muncul di wajahnya.
Sore itu iabaru pulang dari rumah sepupunya setelah seharian bermain, tanpa basa basi ialangsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dilihatnya dirinya dicermin sudah rapi, iapun tersenyumpuas. Langit sudah mulai gelap dihampirinya kedua orang tuanya yang sedangberada di gazebo kecil milik merekayang berada ditengah halaman. Kedua orang tuanya tampak sedangberbincang-bincang, iapun datang mendekat., dan duduk diantara mereka.
Dipandangnyakedua orang tuanya secara bergantian, mereka tampak membicarakan hal yang tidakia mengerti sama sekali. Dia hanya tertegun dan diam, “mungkin hanyapembicaraan orang dewasa” pikirnya, sampai salah satu dari mereka membisikkanpertanyaan yang tidak masuk akal yang sekaligus meracuni sisa hidupnya
Ketika iasadar pada detik berikutnya, ia telah ada di dapur. Sebuah pisau belati adadalam genggamannya. Ia tampak ragu-ragu. Diingatnya lagi apa yang dibisikkan ketelinganya “kalau nanti kami berpisah, kamu mau sama siapa?” air matapun takkuasa ia bendung , ia kira selama ini semua baik-baik saja dan akan begituhingga akhir hayatnya. Tapi ternyata keluarga mereka telah retak. Perasaannyabercampur aduk. Hatinya begitu perih dan sakit. Sebuah lubang tak kasat mataseperti tiba-tiba muncul dihatinya. Ia sangat menyayangi kedua orang tuanyahingga tak dapat ia bayangkan hidup tanpa salah satu dari mereka, sampai membuatnyaingin menghabisi nyawanya sendiri.
Ditariknyanafas dalam-dalam dan perlahan diletakkannya belati itu. Walau hatinya begituperih tapi ia tahu bahwa ia tak ingin mati sia-sia seperti ini yang malah akanmembuat orang tuanya sedih dan makin hancur. Akan ia coba untuk menjalanihidupnya esok demi dirinya demi orang tuanya.
Kenangantentang malam itu terus membekas hingga saat ini. Mungkin kalau anak itu takberhasil meyakinkan dirinya untuk tetap hidup aku tak akan pernah bisa menulistulisan ini, karena anak itu adalah aku. Mungkin malam itu dan hari-hariberikutnya aku masih belum tahu kenapa aku masih harus bertahan. Tapi kemudianaku sadar bahwa dunia ini tak perlu berakhir walau orang tuamusudah tidak akur lagi. Kamu hanya perlu hidup untuk dirimu, melihat banyakkeajaiban, bertemu sahabat yang ada saat kamu menangis ataupun tertawa,memenuhi semua impianmu dari yang konyol hingga serius, menggapai cita-citamudan yang paling penting adalah aku tetap hidup malam itu untuk menyadari bahwabagaimanapun mereka adalah tetap orang tuaku dan walau mereka sudah tidak cocoklagi, mereka tetap menyayangiku, mendukungku selalu dan tak pernah sekalipunmenelantarkanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar