Selasa, 11 Oktober 2016

Surat Kepada Kawan

Sepi
Malam malam kelam telah enggan menghampiriku
Hanya desiran angin sunyi yang menyapu keningku
Tak ku harapkan malam akan menjadi begitu tenang
Tak lagi kudengar deburan ombak yang menggema di telinga 
Ombak yang begitu menggebu tuk menghantam tepian pantai
Tiap kali aku ingat akan suara ombak itu
Seakan ingatanku beriak dan lubang hatiku menganga
Namun tak lagi suara itu menghantuiku mengusik setiap langkah kakiku
Disini aku bersandar pada sebuah karang di tepian pantai nan elok
Bersinar bagai pelangi yang terpantul dari cahaya para bintang
Tak ku hiraukan keributan kota yang hanyut terbawa oleh aroma debu 
Mataku tenang hanya terfokus pada apa yang ada di hadapanku sekarang
Bersama angin bersama ombak kan kuiringi nyanyian samudra malam ini
Ku hela sejenak sebuah harapan di dalam dada 
Ku hembuskan semua dan menyatu menjadi bagian sang alam
Ku biarkan sebuah cahaya menari di dalam mata hatiku
Ku sambut matahari yang mulai menyingsing dari balik gunung tua penuh luka
Tak terhingga rasa dan memori meledak di dalam kalbu
Terkoyak menjadi bagian bagian kecil udara kehidupanku
Fajar menyingsing dengan pasti terikat oleh kodrat
Sang waktu begitu perkasa tak elok alam semesta tunduk padanya
Waktu datang dan pergi bagai hantu 
Tak berjiwa, melahap semua yang ada dan mencipta apa yang akan ada
Hanya kekosongan yang ada pada akhir cerita cipta
Namun dibalik kekosongan tersebut adalah sebuah rahasia yang tak terbilang
Sebuah rasa yang tak pernah kau rasa sebelumnya
Kau menangis menitikkan air mata
Namun tak cukup untuk membendung rasa itu
Sebuah rasa nan ajaib yang tak akan kau dapat dari berkeliling dunia
Tapi sebuah rasa yang kau dapat dari menyelami kelamnya sebuah samudra
Dalam samudra gelap ku temukan wahai teman, sebuah kehidupan 
Kehidupan yang ada setelah dunia fana mengering dan mati
Sebuah kehidupan penuh warna dan tak tergantung oleh hangat nafas
Sebuah cerita ia ceritakan padaku
Sebuah cerita yang terjadi kala senja masa lalu 

"Kita selalu bersama" begitu katanya
Tapi aku terlihat bingung kerutan pada keningku makin jelas
"Kapan dan bagaimana bisa?"

Sebuah pertanyaan dan misteri yang tak terungkap
Hanya sebuah senyuman yang terlontar pada bibirnya
Akupun terdiam dan termenung
Ku kembali pada padaku
Pada diriku yang memandang samudra
Sungguh samudra ialah tak berujung begitu benakku berucap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar